Monday, December 26, 2016

Hukum Merayakan Tahun Baru [Masehi]

Oleh Ustadz Ammi Nur Baits Lc



Sejarah Tahun Baru Masehi


Beberapa hari lagi kita akan menyaksikan perayaan besar, perayaan yang dilangsungkan secara massif oleh masyarakat di seluruh dunia.

Ya, itulah perayaan tahun baru yang secara rutin disambut dan dimeriahkan dengan berbagai acara dan kemeriahan.

Perayaan tahun baru masehi memiliki sejarah panjang. Banyak di antara orang-orang yang ikut merayakan hari itu tidak mengetahui kapan pertama kali acara tersebut diadakan dan latar belakang mengapa hari itu dirayakan.

Kegiatan ini merupakan pesta warisan dari masa lalu yang dahulu dirayakan oleh orang-orang Romawi. Mereka (orang-orang Romawi) mendedikasikan hari yang istimewa ini untuk seorang dewa yang bernama Janus, The God of Gates, Doors, and Beeginnings.

Janus adalah seorang dewa yang memiliki dua wajah, satu wajah menatap ke depan dan satunya lagi menatap ke belakang, sebagai filosofi masa depan dan masa lalu, layaknya momen pergantian tahun. (G Capdeville “Les épithetes cultuels de Janus” inMélanges de l’école française de Rome (Antiquité), hal.399-400)
Fakta ini menyimpulkan bahwa perayaan tahun baru sama sekali tidak berasal dari budaya kaum muslimin.

Pesta tahun baru masehi, pertama kali dirayakan orang kafir, yang notabene masyarakat paganis Romawi.

Acara ini terus dirayakan oleh masyarakat modern dewasa ini, walaupun mereka tidak mengetahui spirit ibadah pagan adalah latar belakang diadakannya acara ini.

Mereka menyemarakkan hari ini dengan berbagai macam permainan, menikmati indahnya langit dengan semarak cahaya kembang api, dsb.



Tahun Baru = Hari Raya Orang Kafir


Turut merayakan tahun baru statusnya sama dengan merayakan hari raya orang kafir. Dan ini hukumnya terlarang. Di antara alasan statement ini adalah:

- Pertama, turut merayakan tahun baru sama dengan meniru kebiasaan mereka. Nabi ﷺ melarang kita untuk meniru kebiasaan orang jelek, termasuk orang kafir. Beliau bersabda,

من تشبه بقوم فهو منهم

“Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.” (Hadis shahih riwayat Abu Daud)

Abdullah bin Amr bin Ash رضي الله عنه‎ mengatakan,

من بنى بأرض المشركين وصنع نيروزهم ومهرجاناتهم وتشبه بهم حتى يموت خسر في يوم القيامة

“Siapa yang tinggal di negeri kafir, ikut merayakan Nairuz dan Mihrajan (hari raya orang majusi), dan meniru kebiasaan mereka, sampai mati maka dia menjadi orang yang rugi pada hari kiamat.”


- Kedua
, mengikuti hari raya mereka termasuk bentuk loyalitas dan menampakkan rasa cinta kepada mereka. Padahal Allah melarang kita untuk menjadikan mereka sebagai kekasih (baca: memberikan loyalitas) dan menampakkan cinta kasih kepada mereka. Allah berfirman,

يا أيها الذين آمنوا لا تتخذوا عدوي وعدوكم أولياء تلقون إليهم بالمودة وقد كفروا بما جاءكم من الحق …

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (rahasia), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu..” (QS. Al-Mumtahanan: 1)


- Ketiga, Hari raya merupakan bagian dari agama dan doktrin keyakinan, bukan semata perkara dunia dan hiburan. Ketika Nabi ﷺ datang di kota Madinah, penduduk kota tersebut merayakan dua hari raya, Nairuz dan Mihrajan. Beliau pernah bersabda di hadapan penduduk madinah,

قدمت عليكم ولكم يومان تلعبون فيهما إن الله عز و جل أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الفطر ويوم النحر

“Saya mendatangi kalian dan kalian memiliki dua hari raya, yang kalian jadikan sebagai waktu untuk bermain. Padahal Allah telah menggantikan dua hari raya terbaik untuk kalian; idul fitri dan idul adha.”
(HR. Ahmad, Abu Daud, dan Nasa’i).

Perayaan Nairuz dan Mihrajan yang dirayakan penduduk madinah, isinya hanya bermain-main dan makan-makan. Sama sekali tidak ada unsur ritual sebagaimana yang dilakukan orang majusi, sumber asli dua perayaan ini. Namun mengingat dua hari tersebut adalah perayaan orang kafir, Nabi ﷺ melarangnya. Sebagai gantinya, Allah berikan dua hari raya terbaik: Idul Fitri dan Idul Adha.
Untuk itu, turut bergembira dengan perayaan orang kafir, meskipun hanya bermain-main, tanpa mengikuti ritual keagamaannya, termasuk perbuatan yang telarang, karena termasuk turut mensukseskan acara mereka.

- Keempat, Allah berfirman menceritakan keadaan ‘ibadur rahman (hamba Allah yang pilihan),

و الذين لا يشهدون الزور …

“Dan orang-orang yang tidak turut dalam kegiatan az-Zuur…”

Sebagian ulama menafsirkan kata ‘az-Zuur’ pada ayat di atas dengan hari raya orang kafir. Artinya berlaku sebaliknya, jika ada orang yang turut melibatkan dirinya dalam hari raya orang kafir berarti dia bukan orang baik.

Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits, Beliau adalah Alumni Madinah International University, Jurusan Fiqh dan Ushul Fiqh. Saat ini, beliau aktif sebagai Dewan Pembina website PengusahaMuslim.com, KonsultasiSyariah.com, dan Yufid.TV, serta mengasuh pengajian di beberapa masjid di sekitar kampus UGM


Dipublish ulang oleh https://bangzulsharing.blogspot.co.id/

Sumber: https://konsultasisyariah.com/9614-hukum-merayakan-tahun-baru.html (Diakses 26 Des 2016)



💡💡💡💡💡💡💡💡

🌸 Dapatkan artikel 📜 dan video 📹 bermanfaat dari sumber yang credible via WhatApp gratis👍dengan mengirimkan :

Nama (Spasi) Domisili

Lalu kirimkan via WA ke +628999913985

🌸 Follow juga akun bermanfaat kami di

Instagram : @bangzulsharing di https://www.instagram.com/p/BLhzS1YAVk4/

Facebook Page : https://m.facebook.com/bangzulsharing/

📣Yuk dishare agar yang lain bisa dapat manfaat dan kitapun insyaallah mendapat pahala dakwah juga loh👍

Dan Jangan lupa baca artikel bermanfaat di https://bangzulsharing.blogspot.co.id/

No comments: